Opini  

Potret Suram Permen ESDM No 11 Tahun 2020

Oleh: Ahmad Zainul, S.Sos

Bangsa Indonesia yang kaya akan sejarah, kaya sumber daya alamnya, dan kaya akan sumber daya manusianya menjadi cerita ketika ketaatan serta kepatuhan aturan menjadi bayang semu di tengah wibawa yang terus terseok.

Cerita tentang kemandirian ekonomi, keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya seakan menjadi jargon yang jauh panggang dari api. Geliat ekonomi, sosial serta politik yang semakin maju justru seakan mengantarkan bangsa pada kerapuhan diri, Berkaca dari sudut ekonomi. Investasi sektor nikel kian hari kian tidak memberikan keadilan bagi para penambang nasional yang bermimpi untuk tumbuh dan berkembang bersama para stakeholder pemegang tampuk kekuasaan.

Nyatanya aturan hanyalah aturan. Semua kabur, semua semu hanya menjadi bintik-bintik hitam di atas kertas putih tak bertaring. Apa daya dia sudah lahir (PEERMEN ESDM NO 11 TAHUN 2020), tapi seperti tak bernafas dia ada tapi mungkin tak ternilai bagi para penanam modal. Menjadi tidak ideal bagi kami (para penambag) dan seperti sebuah candaan bagi mereka (Industri Pengolahan Nikel). Seperti tak memiliki barisan pecalang aturan ini tak terkawal. Sehingga ketentuan yang sudah disepakati dan diatur pemilik Negeri, mental, atau ambyar bagi para pembeli. Kritikan kami ditanggapi dengan setengah hati. Kami gelisah tapi kami hanya bisa diam, kami marah pada keadaan tapi kami hanya bisa bungkam agar kami tidak “dibungkam”, agar kami tak dibuang.

Penguasa. Apakah kalian tahu? Apakah kalian sadar dengan maksud kami? Kami ingin harga HPM yang kalian tentukan menjadi ukuran harga nikel di industri-industri Smelter. Yah begitu gamblangnya. Kami bersandar pada kalian, penuh harap dengan wibawa kalian yang bersenjatakan PERMEN yang kalian lahirkan untuk mengalahkan kartel-kartel nikel di Selebes.

Ingin kami luruskan, ini bukan tentang kebencian. Ini tentang keadilan, tentang perjuangan bersama untuk merajut persatuan guna mengejar cita-cita kemandirian bangsa, tanpa mengacuhkan siapapun dengan latar belakang apapun. Ayo pa, ayo bu. Kita butuh lebih dari sekedar tulisan di atas kertas. Jauh dari itu kita butuh ketegasan akan lahirnya kebijakan dan aturan yang mampu tegak sejalan dengan bunyinya. Tidak hanya di kertas tapi juga di lapangan.

Kita berkeyakinan ikhtiar ini bukan milik kita sendiri, Saya melihat hal ini dari kaca mata aturan saja. Saya berfikir bahwa kemajuan ekonomi berbasis teknologi bangsa akan sangat di pengaruhi oleh sinergitas semua kalangan baik pengambil kebijakan maupun pelaksana kegiatan lapangan. Apalagi yang berkaitan erat dengan Investasi asing yang mengikutsertakan teknologi dalam Industrinya.

Saling keterkaitan kesemuanya tentu mengharuskan praktek tata niaga yang baik, yang berkeadilan berdasarkan keputusan yang ditetapkan pemerintah. “Masalahnya adalah Smelter-Smelter yang ada khusunya di daerah Sulawesi masih kemudian menggunakan Surveyor pilihan mereka sendiri tidak mau menggunakan Surveyor yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, tentu hal ini akan semakin menjauhkankan tititk temu.Padahal ore nikel yang di olah menjadi ferronickel memiliki harga yang dapat meningkat dari USD55/ton menjadi USD232/ton. Terjadi peningkatan sangat signifikan. Sangat tidak adil bagi penambang jika harga masih ditekan dibawah ketentuan.Di tambang, keburu-buruan Pemerintah yang menghentikan Relaksasi Ekspor.

Padahal sangkaan bahwa penambang akan sangat mencederai ekonomi bangsa dengan menjual nikel mentah keluar. Munngkin bisa jadi merupakan masa depan cerah bagi industri nikel nasional. Karena modal besar perlu digenjot dari keuntungan kuota ekspor karena akan sangat bisa memaksimalkan percepatan pembangunan smelter anak bangsa yang tidak lagi di tunggangi dana-dana PMA.

Penulis adalah Ketua Himpunan Mahasiswa Pengusaha Muda Indonesia (Himapindo) Sulawesi Tenggara.