Opini  

Praktek Politik Uang Mencoreng Demokrasi

Ilustrasi memberi dan menerima uang. (Dok: Odua/Freepik.com)

Oleh: Zul Fadli

Timurterkini.com – Saat ini pemilihan umum (Pemilu) serentak tahun 2024 akan segera dilaksanakan, bahkan tahapan pemilihan umum tahun 2024 telah berjalan. Berbagai upaya akan dilakukan oleh para calon maupun tim kampanye untuk mendapatkan simpati masyarakat.

Terkadang para calon maupun tim kampanye tidak saja menggunakan cara-cara yang baik untuk mencapai tujuannya, namun cara kotor juga kerap kali dilakukan demi mendulang suara sebanyak-banyaknya, dan salah satunya yakni money politik atau politik uang.

Politik uang ini bukan hal yang tabu di tengah-tengah masyarakat saat Pemilu berlangsung, namun persoalan ini bahkan seakan-akan sudah menjadi suatu budaya di setiap pesta demokrasi.

Bahkan politik uang dalam sebuah pemilihan, baik itu Pilpres, Pilgub, Pilkada, Pemilu bahkan Pilkades sejatinya sering ditemui diberbagai kalangan.

Yang sering menjadi masalah dalam penyelenggaraan pemilu. Karena politik uang pula kerap dijadikan metode untuk menggapai kekuasaan dalam kontestasi politik.

Disisi lain, masyarakat menerima atau bahkan meminta uang langsung kepada para politisi di setiap kontestasi politik, karena beberapa orang menganggap jika pemilu menjadi satu-satunya kesempatan bagi mereka untuk mendapat uang dari para calon.

Hal itu tentu seiring dengan masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, yang sering kali menjadi salah satu penyebab meraka rela untuk memilih calon yang memberikan uang lebih banyak. Namun sayangnya, tanpa disadari dengan menjamurnya praktek money politic akan menyebabkan munculnya permasalahan kedepan.

Money politik atau politik uang harus dicegah, karena selain merusak demokrasi, juga akan berdampak pada kwalitas pemimpin yang dihasilkan nanti. Para pemimpin yang lahir dengan politik uang tentu akan rawan melakukan korupsi karena mereka akan berfikir untuk mengembalikan kos politik yang telah dikeluarkan saat Pemilu.

Di provinsi Sulawesi Barat merupakan salah satu daerah yang terdapat kasus money politik. Utamanya daerah yang berada di pegunungan seperti Kabupaten Mamasa. Hal itu lantaran terdapat beberapa kasus politik uang yang ditangani oleh pihak Polres Mamasa dan Gakumdu, seperti Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulbar tahun 2017, pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mamasa tahun 2018 serta beberapa kasus politik uang di Bebera Desa di mamasa.

Sehingga, para pelaku tersebut pula harus mendekam dalam jeruji besi dikarenakan kasus politik uang tersebut. Jika dipikirkan dengan adanya kasus money politik yang menjerat para pelaku politik secara lansung, sungguh sangat memilukan.

Karena pelaku mony politik yang tak lain merupakan masyarakat biasa harus mendekam dalam jeruji besi, karena kedapatan membagi-bagikan uang untuk kepentingan memenagkan para calon tertentu.

Padahal, diketahui jika politik uang mempunyai dampak yang buruk bagi seluruh masyarakat secara langsung, maupun tidak lansung, yang menjadi sebuah jebakan bagi rakyat.

Sementara, para elit politik atau para aktor politik dibaliknya bahkan tak pernah terjerat. Karena sesuai dengan aturan hanya pemberi dan penerima yang berhak tersandung oleh kasus hukum money politik.

Meskipun, setiap pejabat di Polres Mamasa selalu menyampaikan jika persoalan kasus money politik tak akan pandang bulu terhadap siapaun yang terlibat didalamnya, asalkan kasus tersebut terbukti.

Hal, seperti Inilah yang harus diperhatikan bagi segenap masyarakat yang akan mengikuti pesta demokrasi kedepan. Walaupun, tidak semua kontestan politik yang menggunakan politik uang sebagai tujuan pemenangan.

Salah seorang Mahasiswa UIN Makassar, Bahri mengaku jika persoalan money politik tersebut pula kerap mengundang sebuah pertanyaan-pertanyaan diberbagai diskusi dilakukan.

Pasalnya, kasus money politik seakan terasa hambar dalam teliga kaum Mahasiswa, karena begitu banyak kasus yang terjadi namun para aktor politik atau elit politik yang sedianya diketahui menjadi tonggak awal dalam munculnya sebuah kasus politik namun tak pernah sampai pada pe

Pasalnya, kasus money politik seakan terasa hambar dalam teliga kaum Mahasiswa, karena begitu banyak kasus yang terjadi namun para aktor politik atau elit politik yang sedianya diketahui menjadi tonggak awal dalam munculnya sebuah kasus politik namun tak pernah sampai pada penjeratan hukum.

“Sehingga, kalangan bawah yang terkadang menjadi korban dari kekejaman money politik,” ujarnya.

Untuk itu, iapun berharap adanya regulasi jelas, dan pasti yang mengatur akan persoalan money politik, hingga bisa membuat para elit atau aktor politik bisa terjerat kasus hukum yang terjadi.

Tentu seseorang yang menggunakan politik uang untuk mencapai tujuannya, sebenarnya sedang menyiapkan perangkap untuk menjebak rakyat. Rakyat hanya di ajak untuk memenangkan calon dan bukannya memperjuangkan agenda perubahan.

Karena, setelah terpilih sang calon akan sibuk selama priodenya untuk mengembalikan kerugian yang terjadi saat kampanye, sehingga berpotensi untuk melakukan korupsi.

Money politic atau politik uang merupakan tindakan yang telah mencoreng demokrasi. Kenapa tidak, dengan adanya politik uang persaingan dalam setiap kontestasi politik tidak lagi berdasarkan kualitas dan kredibelitas calon. Namun berdasarkan siapa yang mempunyai modal yang besar, atau siapa yang memiliki isi tas banyak.

Walaupun, politik uang merupakan hal yang sangat rahasia dan bersifat umum dibeberapa kalangan, namun sudah menjamur dan menjadi konsumsi publik.

Sehingga, untuk menyongsong pemilu serentak 2024, pilihan tentunya berada di tangan rakyat. Apakah masyarakat memilih untuk terus membudidayakan politik uang dengan berpartisipasi didalamnya atau bahkan ikut andil sebagai pelaku money politik. Atau bersama-sama menolak politik uang guna masa depan yang lebih baik.

Untuk itu mari kita semua keluar dari jurang kemiskinan dengan meloloskan diri dari jebakan politik uang, dan memberi wawasan kepada masyarakat untuk tidak mudah dibutakan oleh uang.