Opini Oleh: ABDIANTHO, S.Pd
Mahasiswa PPG Prajab Universitas Ahmad Dahlan
Timurterkini.com – Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Matematika sangat berguna dalam kehidupan manusia. Dalam berbagai bidang, matematika sangat membantu dan meringankan pekerjaan manusia.
Salah satu contoh adalah kegunaan Trigonometri dalam bidang pembangunan. Seorang kontraktor dapat mengetahui jarak suatu tempat, ketinggian suatu tempat tanpa harus terjun langsung ke medan-medan yang sulit dijangkau oleh manusia. Bahkan Global positioning system atau yang lebih dikenal dengan GPS juga menggunakan Trigonometri dalam pengaplikasiannya.
Dalam pembelajaran matematika kemampuan berfikir yang harus dimiliki oleh siswa adalah kemampuan memecahkan masalah yang sistematis. Selain karena tuntutan dari pembelajaran matematika itu sendiri, kemampuan tersebut juga sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik, tidak akan kesulitan memecahkan masalah yang dihadapi. Namun sebaliknya, siswa yang kurang baik dalam kemampuan pemecahan masalah, akan kesulitan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi sebagian besar siswa khususnya di Mamasa, matematika masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan, bahkan banyak siswa yang beranggapan bahwa selain operasi hitung (Penjumlahan, Pengurangan, Perkalian dan Pembagian), materi dalam pembelajaran matematika tidak mempunyai kegunaan dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa tidak memiliki minat untuk belajar matematika.
Hal ini berdampak pada rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan. Soal cerita dalam matematika dianggap sangat sulit untuk dipecahkan, padahal soal-soal dalam bentuk cerita sangat penting untuk memberikan contoh-contoh aplikasi atau kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sebagai dampak dari pemilihan strategi pembelajaran yang tidak tepat dalam proses pembelajaran.
Guru masih mengadopsi proses pembelajaran yang lama, dimana lebih banyak menjelaskan dan lebih menekankan pada pemahaman terhadap materi tanpa melibatkan siswa untuk bersama-sama memecahkan suatu masalah sehingga siswa pasif dalam pembelajaran yang berdampak pada kemampuan berfikir kritis dan kreatif siswa tidak berjalan selama proses pembelajaran dan juga siswa mudah melupakan apa yang telah mereka pelajari.
Pada hakekatnya, pembelajaran matematika akan menyenangkan dan tidak lagi dianggap sulit dan membosankan jika pemilihan strategi pembelajaran yang diterapkan tepat. Hal ini berpengaruh pada kemampuan seorang guru dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan sekolah atau kelas dimana Ia mengajarkan pelajaran matematika. Sebaiknya, pemilihan strategi pembelajaran sesuai dengan tuntutan pendidikan abad 21 ini yang mengedepankan keterampilan dalam berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thingking Skills) atau HOTS yang sangat diperlukan untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan global.
Bahkan, direktorat PSMA Ditjen Pendidikan dasar dan menengah Kemendikbud telah memetakan kecakapan abad 21 yang harus dimiliki dan dikuasai peserta didik, antara lain a). Kecakapaan berpikir kritis dan pemecahan masalah, b). kecakapan berkomunikasi, c). Kreatifitas Inovasi, dan d). Kolaborasi. Kecakapan tersebut tidak akan tercapai jika proses pembelajaran yang diterapkan masih mengadopsi proses pembelajaran yang lama, dimana selama proses pembelajaran lebih berpusat ke guru.
Oleh karena itu, guru perlu memikirkan dan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan pendidikan abad 21 ini. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah model pembelajaran problem based learning (PBL) atau Pembelajaran berbasis masalah. Hal ini sejalan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh penulis di salah satu sekolah Negeri di Yogyakarta. PBL terbukti mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan suatu masalah matematika dan juga menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran.
Hal ini terlihat dari hasil tes yang diberikan sebelum pembelajaran dan disetiap akhir siklus, kemampuan peserta didik terus meningkat. Dari 36 peserta didik, berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah yang diberikan sebelum proses pembelajaran, ketuntasan klasikal (ketuntasan kelas) yang diperoleh hanya sebesar 16,6%. Hal ini masih jauh dari hasil yang diharapkan dimana target Penulis adalah 85%. Setelah diberikan tindakan 1 (siklus I) dengan menerapkan model pembelajaran PBL, kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika meningkat secara signifikan menjadi 75%, dan setelah diberikan tindakan II (siklus II) meningkat menjadi 92%. Dengan demikian PBL dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika.