Kendari, Timurterkini.com – Steatment atau pernyataan Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Sultra beberapa waktu lalu terkait konsep Jembatan Bahteramas Teluk Kendari adalah Konsep H. Ali Mazi namun dipinjam oleh Nur Alam menuai sorotan dan dianggap sebagai upaya pemberian informasi bohong dan menyesatkan kepada publik, (25/10).
Sebab apa yang disampaikannya telah ditepis oleh Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sultra, Ir. La Ode Moh. Saidin, MT yang menyebutkan bahwa Jembatan Teluk Kendari yang baru saja diresmikan Presiden Jokowi kemarin (22/10/2020), digagas oleh mantan Gubernur Sultra H. Nur Alam,SE sebagai bagian dari program Bahteramas di awal pemerintahan Nur Alam.
“Karena program jembatan ini adalah program Gubernur Sultra H. Nur Alam, pada saat itu beliau punya program Bahteramas, itu sudah program tahun pemerintahan Nur Alam seperti Rumah Sakit Bahteramas, Masjid Al Alam, Jembatan Bahtermas Teluk Kendari itu satu paket jadi namanya sudah begitu,” ungkapnya.
Oleh sebab itu Hendro Nilopo, selaku Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) menilai, apa yang dilakukan oleh Kepala Dinas (Kadis) Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Sultra, Ridwan Badallah merupakan upaya pelanggaran hukum dan mesti diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Seorang kadis mestinya tidak asal membuat pernyataan, apalagi sampai dikonsumsi publik. Sedangkan kebenaran dari apa yang disampaikan sangat diragukan kebenarannya, tentu harus diproses secara hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Ucapnya
Dia menjelaskan dalam undang-undang no.11 tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam pasal 28 ayat (1) dijelaskan “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”.
“ Aturannya jelas, bisa dilihat dalam uu no.11 tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan uu no.19 tahun 2016 tentang ITE dan beliau saat mengeluarkan steatment itu dalam keadaan yang sangat sadar menurut saya” Terang hendro saat ditemui dikediamannya di Jln. Flamboyan, Kadia – Kendari minggu (25/10/2020).
Kemudian bisa dilihat lagi, lanjut hendro, dalam pasal 45A ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 jelas dikatakan “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar”.
“ Ketentuan pidananya jelas, hukumannya sampai 6 Tahun Penjara dan denda bisa sampai 1 Miliar bagi yang melanggar ketentuan pasal 28 ayat 1 UU ITE seperti yang sudah saya sebutkan tadi”. Tegasnya
Untuk itu sebagai masyarakat peduli hukum dia berharap agar kiranya hukum disultra ini bisa ditegakkan dengan mengedepankan asas Equality Before The Law atau Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia serta Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
“Harapan kami agar kasus ini segera diproses, jangan ada sikap diskriminasi walaupun terduganya adalah seorang kadis, sebab menurut konstitusi kita dan HAM Universal jelas ditekankan bahwa setiap orang sama kedudukannya dihadapan hukum atau biasa disebut dengan Equality Before The Law”. Tutupnya (SLK)