Gerak Sultra Desak Kapolda dan Ditkrimsus Polda Sultra untuk Usut Tuntas Dugaan Ilegal Mining PT. DMS, PT. BHR, dan PT. CPM

Ketua Gerak Sultra Nursan, SH (Kanan), (Ket Foto: Istimewa)

Kendari, Timurterkini.com – Gerakan Rakyat (Gerak) Sulawesi Tenggara mendesak Kapolda Sulawesi Tenggara untuk secepatnya menuntaskan aktivitas Tiga Perusahaan Pertambangan yang diduga merusak lingkungan dalam Kawasan Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Perusahaan yang diduga merusak lingkungan dalam kawasan hutan lindung (HL) dan hutan produksi terbatas (HPT) tanpa mengatongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Diantaranya, PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera, PT. Binanga Hartama Raya, dan PT. Celebes Pasific Minerals.

Sesuai hasil investigasi Gerak Sultra. Bahwa, PT. DMS telah merambah dan merusak lingkungan dalam kawasan hutan lindung di Desa Belalo Kecamatan Lasolo pada saat melakukan penambangan ore nikel dan membuat jalan holing yang menghubungkan terminal khusus (jetty). Kemudian PT. BHR telah menambang ore nikel dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas di Desa Marombo Kecamatan Lasolo Kepulauan.

Sedangkan PT. CPM melakukan aktivitas pertambangan dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Boenaga Kecamatan Lasolo Kepulauan tanpa mengantongi IUP. Padahal IUP PT. CPM telah dicabut dari tahun 2017 sesuai yang terterah pada Lampiran Pengumuman Menteri ESDM RI Nomor 1658.Pm/04/DJB/2016 dan Lampiran Pengumuman Kementrian ESDM RI Nomor 1587.Pm/04/DJB/2017 Tentang Penetapan IUP Clear and Clean Ke-duapuluh Lima, Pembatalan C&C, dan Daftar IUP yang telah dicabut oleh Penerbit Izin.

Sehingga atas dasar itu. Gerak Sultra, meminta agar Direktur Perusahaan tersebut bisa secepatnya diproses dan dijerat sesuai Pasal 89 ayat (1) huruf a jo Pasal 94 ayat (1) huruf a Undang- undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Pasal 98 ayat (1) dan/atau Pasal 99 ayat (1) Jo. Pasal 69 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Disamping melanggar kedua Undang-undang tersebut, pertambangan illegal yang diduga dilakukan PT. CPM juga dapat dijerat dengan Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara” ujar ketua Gerak Sultra, Nursan, S.H

Lanjut Mantan Ketua PR PMII FH UHO menjelaskan bahwa laporan terkait, dugaan Ilegal Mining tersebut sudah dilaporkan ke Mapolda Sultra pada tanggal 20 Januari 2021, Hanya hingga kini masih diabaikan. Meski begitu, Gerak Sultra sudah melayangkan surat Laporan Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan, U.p Direktur Jendral Penegakan Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Kemudian, Gerak Sultra mengungkapkan, apabila tidak ditindaklanjuti, maka berarti benar apa yang disangkakan publik (masyarakat) bahwa maraknya aktivitas pertambangan ilegal di Sulawesi Tenggara, karena adanya oknum dari Pemerintah Daerah maupun Penegak Hukum yang terlibat didalamnya

“Untuk itu, Kami juga akan masukan surat laporan kepada bapak Kapolri dan Bareskrim Polri, Agar bisa menyelesaikan dugaan ilegal mining tersebut, sekaligus mengevaluasi kinerja Polda Sultra dalam penanganan masalah ilegal mining ,” ucapnya.

Pihaknya menegaskan Gerak Sultra tidak akan berhenti mempresure perusahaan tambang yang diduga melakukan aktivitas pertambangan yang menyebabkan rusaknya lingkungan di Kabupaten Konawe Utara Sulawesi Tenggara.

“Iya kita akan pressure terus perusahaan yang melanggar hukum, termaksud yang beroperasi di Blok Mandiodo dan Blok Matarape,” tutupnya.