Berita  

Mengenal Baju Bei Sekomanti Sayo dan Padaling Pada Acara Pernikahan Adat Tomakki

Mengenal Baju Bei Sekomanti Sayo dan Padaling Pada Acara Pernikahan Adat Tomakki
Dalam acara pernikahan adat to Makki. Foto: Timurterkini.com/Sukir

Timurterkini.com – Dalam acara pernikahan adat to Makki tidak lepas dari baju bei sekomanti, sayo dan padaling salah satu baju adat yang ada di suku makki yang menjadi salah satu suku atau adat budaya yang berada di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar).

Baju adat di gunakan pada saat passorongan di sebuah pesta pernikahan.

Baju adat tidak selamanya di gunakan di acara pernikahan tentunya ada syarat-syarat yang harus di ikuti seperti memotong kerbau atau sapi sifatnya hewan yang bertanduk.

Jika sebuah pesta tidak memotong kerbau dan sapi sesuai kebiasaan orang tua baju bei atau baju adat tidak dapat di gunakan (pemali) atau tidak relefan.

Baju bei,sekomanti,Sayo dan padaling dalam budaya Makki masing-masing memiliki arti dan filosofi.

Baju bei dasarnya hitam, motifnya putih (bei) bisnya merah/putih, artinya hitam mengartikan tenggang rasa atau merasakan apa yang di rasakan orang lain susah atau senang.

Baju adat to Makki

Motif putih mengartikan suci,bisnya yang berwarna merah menandakan berani.

Kesimpulannya bahwa baju bei erat hubungannya dengan Pancasila.

Sekomanti ada bermacam-macam motifnya sala satunya sekomanti ulu karua mengartikan bahwa Pitu ulunna salu,karua ba’bana Binanga.

Tari atau Sayo di pakai untuk menyambut penyambutan tamu kehormatan atau pesta pernikahan.

Sedangkan padaling di gunakan untuk mengantar/mengiringi tari Sayo.

Budiama L Milo salah satu generasi muda pemerhati kearifan lokal atau budaya kallan talopak menjelaskan makna dari acara pangngakkasan atau passorongan.

“Adalah acara kasitayukan tambenan dapok(saling menghargai antara dua rumpun keluarga dalam acara pernikahan,” jelasnya.

Antara pihak laki-laki dan pihak perempuan sebab tidak bisa di pungkiri dengan acara tersebut kearifan lokal kallan talopak bisa di perlihatkan kepada orang banyak atau publik.

Dan mempererat hubungan persaudaraan baik di kalangan sendiri ataupun orang lain.

Sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi suku dan budayanya,” tutup budiama.

Penulis: Sukir LB
Editor: A. Ashadi